Vincimusk, belajar dari dua pemikir besar
October 20, 2025
Sejak dulu saya selalu kagum pada dua manusia ini: Leonardo da Vinci dan Elon Musk.
Mereka hidup di zaman yang sangat berbeda, satu di masa Renaisans, satu di era roket dan AI tapi keduanya punya jiwa yang sama: mereka tidak berhenti bertanya. Bukan sekadar bekerja keras, tapi bekerja dari rasa ingin tahu yang nyaris tak terbatas.
Leonardo menatap dunia dengan mata seniman dan ilmuwan sekaligus. Ia bertanya pada air yang mengalir, pada burung yang terbang, pada tubuh manusia yang bernafas. Ia menulis, menggambar, dan mengamati, bukan untuk ujian, tapi karena ingin tahu kenapa alam bekerja seperti itu.
Elon Musk, berabad-abad kemudian, menatap dunia industri dengan cara yang sama. Ia bertanya pada roket, mobil, dan energi. Ia tidak puas dengan jawaban “karena begitulah caranya”, tapi memecah setiap sistem menjadi unsur paling dasar: fisika, material, waktu, biaya, energi.
Dari keduanya saya belajar:
Ilmu pengetahuan tidak lahir dari hafalan, tapi dari keberanian untuk memecah dunia menjadi potongan kecil, dan menyusunnya kembali dengan imajinasi.
Bagaimana Vincimusk Menggabungkan Dua Dunia Ini
Kecintaan saya pada dua cara berpikir ini akhirnya melahirkan Vincimusk. Sebuah platform yang mencoba menyatukan jiwa Leonardo dan Elon dalam satu ruang belajar.
Vincimusk dibangun bukan untuk mengajarkan hafalan, tapi untuk menyalakan cara berpikir, seperti dua sosok yang paling menginspirasi saya.
1. Analogi dulu, biar otak merasakan.
Kita mulai dari cerita. Dari metafora yang membuat sains terasa hidup, elektron seperti anak panah yang mencari ketenangan, resistor seperti jalan sempit yang menahan arus, arus listrik seperti air yang mengalir ke tempat rendah.
Analogi menyalakan rasa ingin tahu. Ia membuat orang merasakan dulu sebelum menghitung.
2. Kemudian prinsipnya, biar otak paham.
Begitu intuisi terbentuk, Vincimusk mulai menarik pengguna ke pertanyaan yang lebih dalam: “Kenapa elektron bisa bergerak?” “Kenapa energi bisa hilang jadi panas?” “Kenapa arus butuh waktu untuk mencapai titik stabil?”
Pertanyaan-pertanyaan ini membawa pengguna dari imajinasi ke realitas, dari cerita menuju fisika, dari analogi menuju prinsip.
3. Latihan berpikir: apa dan kenapa.
Setiap topik di Vincimusk dirancang untuk melatih dua kata sederhana: “apa” dan “kenapa.” Dua kata ini adalah jantung dari first principles thinking.
Leonardo menggunakan keduanya saat ia menggambar aliran air. Elon menggunakannya saat ia menghitung ulang biaya roket. Kami ingin pengguna belajar dengan cara yang sama: terus bertanya sampai yang tersisa hanyalah kebenaran dasar, dan dari sana mereka membangun logika sendiri.
4. Penerapan nyata.
Vincimusk tidak berhenti di teori. Pengguna diajak membuat proyek kecil: mendesain rangkaian, mensimulasikan sistem, membuat robot sederhana, atau eksperimen mini. Supaya mereka paham bahwa ilmu bukan sekadar teks, tapi sesuatu yang bisa disentuh dan diubah.
Seperti Leonardo yang menggambar mesin terbang bukan untuk pajangan, dan Elon yang membangun roket bukan untuk ide, tapi untuk diuji di langit.
Penutup
Bagi saya, belajar bukan soal menyerap fakta sebanyak mungkin, tapi tentang memahami kenapa dunia bekerja seperti itu.
Leonardo mengajarkan bahwa pengamatan tanpa batas membuka jalan bagi penemuan. Elon mengajarkan bahwa berpikir dari dasar bisa mematahkan kemustahilan.
Dan Vincimusk adalah jembatan di antara keduanya. Sebuah tempat di mana imajinasi dan prinsip bertemu. Di mana belajar bukan sekadar membaca, tapi merasakan, memecah, dan membangun kembali.
Saya ingin suatu hari, siapa pun yang belajar di sini bisa berkata:
“Saya masih ingin belajar.” Bukan karena disuruh, tapi karena dunia terlalu indah untuk tidak dipahami.
Dari cerita menuju kenyataan. Dari analogi menuju prinsip. Itulah Vincimusk.